Sejauh ingatan melihat kebelakang, waktu itu sepertinya saya baru berumur lima atau enam tahun. Dan entah itu umum atau anomali bagi anak-anak lain seumurannya, saya memiliki teman hayalan bernama Jalmi. Di bayangan saya, Jalmi yang dalam bahasa sunda berarti Manusia, tidaklah seperti manusia. Saya melihat Jalmi seperti stick figure yang digambar anak-anak yang tingginya tak lebih dari 20cm.
Dan sejauh ingatan saya juga (yang sekarang umur mau 30 tahun) saya berteman dengan Jalmi cukup lama. Saya mengobrol dengan Jalmi dengan suara layaknya dengan sesama teman, tidak di dalam hati juga tidak dalam berbisik-bisik. Waktu itu saya pikir lumrah memiliki "teman" seperti Jalmi. Saya mengobrol apapun dengan Jalmi, tentang mainan yang tidak bisa terbeli, tentang teman dekat rumah yang menyebalkan, tentang apapun yang waktu itu merupakan unek-unek anak kecil. Saya tidak tahu kalau semua obrolan saya dengan Jalmi ternyata tidak pernah diketahui oleh orang rumah seperti Mamah, Bapak dan Aa (kakak laki-laki dalam bahasa sunda).
Dan pada akhirnya ketika saya mengobrol dengan Jalmi di ruang keluarga, Mamah, Bapak dan Aa semuanya sangat kaget. Aa sih cuma mengejek, tapi Mamah sepertinya lebih khawatir apakah anaknya mengobrol dengan hantu, atau lebih parah, ada gangguan jiwa. Reaksi mereka sangat membekas di ingatan saya. Saya sendiri kaget dan tidak menyangka reaksi keluarga saya ternyata begitu. Dan saya pada waktu terpaksa sadar bahwa ternyata memiliki teman seperti Jalmi itu tidak wajar.
Kalau saya sih tidak punya teman hayalan seprtti itu mas, cuma dari dulu sampe sekarang kadang disela sela waktu senggang suka cerita dan ngomong sendiri walau cuma saya yg denger hehehe.
BalasHapusMenarik mas, saya pantenginn ah blog ini hehehe.